Sedotan dan Lingkungan

Bentuknya kecil, dengan panjang antara 10-20 cm. Akibat dari barang ini terhadap lingkungan menjadi viral setelah sebuah video yang menunjukkan sebuah sedotan ditarik keluar dari hidung seekor kura-kura. Video ini sudah ditonton lebih dari 33 juta orang. Sebelum menonton, sebuah peringatan bahwa video ini cukup membuat bulu kuduk bergidik.

Setelah video ini menjadi viral, banyak yang lalu menolak sedotan plastik sekali pakai. Sebagai gantinya, pilihan jatuh pada sedotan dari stainless steel, bahkan kaca, dan bisa dicuci dan dipakai ulang. Tapi pertanyaannya, apakah dengan mengganti sedotan plastik menjadi sedotan yang bisa dipakai ulang akan berpengaruh signifikan terhadap lingkungan?

OK, kalau bicara dari sisi kura-kura, tentunya pengurangan sedotan plastik akan mengurangi insiden sedotan plastik yang masuk ke hidung kura-kura. Tapi, kalau dilihat dari seluruh sampah plastik yang sampai ke laut, sedotan hanya sekitar 4% dari jumlah limbah plastik. Bahkan, kalau dilihat dari berat, porsi sedotan bahkan tidak sampai 1% dari total 8 juta ton limbah plastik per tahun yang berakhir di laut. Jadi sebenarnya tidak terlalu signifikan.

Ada beberapa alternatif dari sedotan lain, yaitu sedotan yang terbuat dari kertas, dan sedotan yang bisa dicuci dan dipakai ulang. Sedotan kertas, sesuai namanya, terbuat dari kertas karton yang agak tebal. Bahan karton ini sendiri bisa berasal dari kertas daur ulang, sehingga membuat sedotan ini lebih ramah lingkungan. Dan kertas karton juga lebih mudah terurai dibandingkan dengan plastik. Masalahnya? Terkadang sedotan kertas ini masih dilapisi plastik tipis sehingga lebih tahan terhadap cairan. Selain itu, sedotan kertas juga lebih mahal dari sedotan plastik.

Lalu, bagaimana dengan sedotan dari stainless steel atau kaca. Sedotan kaca rentan pecah, dan ketika pecah, akan berakhir menjadi limbah juga. Sedotan stainless steel mungkin akan bertahan lebih lama, asal tidak tercecer. Tapi sedotan ini perlu dibersihkan. Beberapa teman yang saya kenal memiliki sikat kecil untuk membersihkan sedotan ini, yang ironisnya, terbuat dari plastik.

Kalau sedotan hanya berkontribusi sangat kecil terhadap limbah plastik, dan alternatif yang ada saat ini juga tidak 100% ramah lingkungan, lalu bagaimana seharusnya?

Menurut saya, cara paling baik adalah berhenti menggunakan sedotan sama sekali. Kalau dipikir-pikir, apa sih masalahnya untuk tidak menggunakan sedotan pada minuman?

Tapi kan, ada beberapa orang yang terpaksa menggunakan sedotan. Salah satunya orang yang lagi sakit. Ya kalau dalam kasus khusus, dari antara sedotan plastik, sedotan kertas dan sedotan yang bisa dipakai ulang, sedotan yang bisa dipakai ulang adalah opsi yang paling baik dan ramah lingkungan.

Ada satu hal yang belum dibahas sebelum tulisan ini ditutup. Kalau sedotan plastik hanya menyumbang kurang dari 1% dari limbah plastik, why bother? Well, pertama-tama, every little things count! Kedua, pengurangan sedotan plastik ini merupakan low hanging fruit akan tujuan yang lebih besar lagi, yaitu mengurangi limbah plastik untuk hal-hal yang lebih besar. Dengan mulai sadar akan lingkungan dan mulai mengurangi limbah plastik dari hal-hal yang kecil, akan merembet menuju kebiasaan-kebiasaan lain untuk mengurangi limbah plastik.

Referensi:

  1. vox.com Why Starbucks, Disney, and the EU are all shunning plastic straws, updated 24 October 2018
  2. cleanseas.org Latin America wakes up to the problem of plastic straws, retrieved 26 October 2018
  3. Bloomberg Plastic Straws Aren’t the Problem, updated 8 June 2018